(Part-3)
Senang. Itu yang ingin sekali kurasakan dalam hidupku. Setelah apa yang ku alami dari aku lahir sampai sebelum aku masuk sekolah ini. Aku sangat senang dengan kehidupanku sekarang, bersekolah, kursus melukis bersama sahabatku, dan ekstrakurikuler melukis. Terdengar seperti aku sangat gila dengan melukis ya? Ah, tapi memang itulah keahlianku. Aku ingin mengasah terus kemampuanku itu. Aku ingin tunjukkan pada semua orang, bahwa orang yang tidak sempurna sepertiku ini pun masih mempunyai kelebihan yang berarti.
Sejenak aku ingin melupakan masalah keluargaku, yaitu percakapan antara ibu dan temannya di telepon itu. Biarkan saja ibu mau berpikir seperti apa, aku ingin bersenang-senang dengan teman-temanku dulu.
Hari-hari yang kulalui di sekolah baruku ini boleh terbilang sangat berwarna-warni. Aku sangat suka di sekolah ini. Aku kira, murid-murid di sekolah ini sangatlah sombong seperti muka-muka mereka yang kulihat ketika pertama kali aku memasuki ruang kelasku. Namun, lama kelamaan mereka mulai mengajakku berbicara, bersenda gurau, berjalan ke kantin saat istirahat, dan masih banyak lagi. Rasanya aku tidak ingin mengakhiri ini semua.
***
Hari sudah menjadi minggu. Dan minggu sudah berganti menjadi bulan. Tak terasa, tak lama lagi ulangan umum akan berlangsung. Aku memang terbiasa mempersiapkan ujian dari jauh-jauh hari. Mungking dua minggu sebelum ujian itu, aku akan mulai untuk belajar. Biasanya, aku akan belajar bersama saudara-saudaraku di panti. Tapi, kali ini aku akan belajar sendirian. Aku agak sedih, karena tidak terbiasa untuk belajar sendirian.
“Hi Syen. Gak kerasa yah bentar lagi kita sudah mau ujian.” Kata Jane seraya menghampiriku.
“Iya nih Jane. Aku sudah harus menyicil untuk belajar mulai minggu depan. Karena aku terbiasa untuk menyicil dua minggu sebelumnya.”, ujarku sambil tersenyum kepadanya.
“Kalo aku sih biasanya seminggu sebelum ujian baru deh belajar.”, ucap Jane. “Hmm.. Tapi bagaimana kalau kita belajar bersama mulai minggu depan. Kalau di pikir-pikir, alangkah baiknya kita belajar lebih awal, jadi masih punya banyak waktu untuk mengulang”, kata Jane sumringah.
“Wah itu ide yang sangat bagus. Kebetulan aku pun sedang bingung, karena biasanya aku belajar bersama saudara-saudaraku di panti. Tapi kini, aku harus belajar seorang diri. Aku takut tidak bisa berkonsantrasi kalau belajar seorang diri.”, jawabku. Aku benar-benar senang, ternyata Tuhan bisa membaca pikiranku dan memberikan jawaban di saat yang tepat. Berarti, minggu depan itu aku akan belajar di rumah Jane sampai ujian tiba. Berarti aku tidak akan belajar sendirian. Aku sangat kegirangan sampai aku tak sadar kalau aku tersenyum-senyum sendiri.
“Kamu kenapa, Syen? Kok senyum-senyum sendiri gitu?”, tanya Jane dengan mukanya yang terlihat sangatlah kebingungan.
“Oh.. Gak apa-apa kok Jane. Ngomong-ngomong, kita pergi ke kantin yuk! Aku lapar sekali. Apa kamu lapar?”
“Hmm.. Lumayan sih. Ya sudah ayo aku temani!”, ujar Jane sangat bersemangat.
***
Waktu memang bergulir sangat cepat. Seminggu sudah berlalu dari percakapan antara aku dan Jane. Dan kini, aku sedang berada di pintu gerbang rumah Jane. Dari luar, rumahnya terlihat begitu indah. Rumah yang di desain bergaya Eropa ini benar-benar membuatku berdecak kagum. Bukan hanya aku, pasti orang-orang yang melihat rumah ini pasti akan terkagum-kagum dibuatnya.
Aku memasuki rumah Jane. Ruang tamu yang ia miliki sangatlah besar, di ruang tamu terdapat lukisan dan foto-foto keluarga. Namun ktika aku memasuki ruang keluarganya, lebih banyak lagi foto yang terdapat di sana.
“Tunggu sebentar yah, Syen. Aku mau ganti baju dulu. Aku akan turun lagi.”, kata Jane seraya menaiki anak tangga dan berjalan ke kamarnya.
Selagi Jane mengganti bajunya, aku memperhatikan foto-foto yang ada di atas sebuah meja. Jane yang anak tunggal ini, memang sering kali di tinggal pergi oleh kedua orangtuanya. Orangtuanya sangatlah sibuk. Maklum ayahnya adalah businessman dan ibunya turut membantu ayahnya. Di rumah, Jane mempunyai seorang baby sitter yang mengurusi berbagai keperluannya. Dan juga masih ada lagi beberapa pembantu di rumahnya yang megah itu. Ya karena sudah pasti, satu orang saja tidak mampu untuk membersihkan rumah yang megah ini.
Aku memperhatikan foto keluarga Jane. Mulai dari foto Jane ketika ia masih kecil, ia terlihat sangat lucu dan kedua orang tua nya pun terlihat sangat menyayanginya. Ibunya sangat cantik, tak heran jika Jane sekarang pun sangat cantik. Ia mewarisi kecantikan ibunya. Dan ayahnya Jane terlihat sangatlah gagah. Di salah satu foto, ia menggunakan setelan jas yang membuatnya sangat gagah. Terlihat tipikal ayah yang sangat bertanggung jawab dan menyayangi keluarganya. Aku melihat foto-foto ayah Jane, dan aku merasakan ada sesuatu yang aneh di hatiku. Aku merasa seperti sudah mengenalnya sangat dekat. Ah, tapi itu paling hanya perasaanku saja.
“Hi Syen. Kamu mau minum apa? Mau cemilan apa juga? Jadi enak waktu belajarnya.”, kata-kata Jane mengagetkanku. “Kamu kenapa Syen? Kaget ya? Maaf aku membuatmu kaget. Hehe”.
“Oh nggak kok gak apa-apa Jane. Minum apa aja boleh kok Jane, cemilannya juga terserah kamu saja.”, jawabku sopan.
Lalu aku dipersilahkan duduk oleh Jane di ruang keluarganya. Ruang keluarga ini sangat nyaman sekali. Kami duduk di atas karpet yang sangat lembut dan bermotif bagus. Pastilah karpet ini sangat mahal, ucapku dalam hati.
Kami belajar, hingga tak terasa sudah sangat malam. Jane menawarkanku untuk menginap saja di rumahnya, tapi aku menolaknya. Karena ibuku sendirian di rumah. Aku tak mau dia merasa kesepian. Jane memang teman yang baik, dia mengerti akan hal ini. Aku menelepon ibu dan mengabarkan bahwa aku sudah selesai dan memberikan kepada ibu alamat rumah Jane. Sambil menunggu ibu menjemputku, aku berbicara banyak dengan Jane. Rupanya rasa penasaranku tentang ayah Jane belum selesai. Perasaan aneh saat ku lihat fotonya, masih terasa di hatiku.
“Jane, ayah ibumu bekerja apa? Kok sampai-sampai mereka jarang pulang?”, tanyaku hati-hati.
“Oh.. Papa punya perusahaan sendiri. Dia berbisnis kain bertaraf internasional. Maka dari itu, papi sering sekali keluar negeri untuk bertemu klien nya yang berasal dari Negara lain. Dan mami memang dari awal selalu membantu papi. Dari mulai membantu di perusahaan, mengurusi berkas-berkas sampai memberikan papi semangat untuk bekerja. Aku merasa, mereka benar-benar pasangan yang serasi sekali.”, jawab Jane sambil tersenyum bangga atas orangtua nya.
“Apa kamu merasa kesepian ditinggal seperti itu?”
“Terkadang, aku merasa kesepian. Aku ingin sekali seperti teman-teman yang lain, yang orangtua nya selalu ada di rumah. Tapi aku harus mengerti keadaan papi mami ku. Semua orang kan tidak sama.”, jawab Jane sambil tersenyum.
Jane memang anak yang pengertian. Dia tampak seperti orang dewasa sekali saat berkata seperti itu. Aku jadi kagum dengan sosoknya.
“Tapi, papi sama mami aku mengerti kok kalau aku ini suka kesepian. Maka dari itu, mereka setiap hari pasti ada meneleponku menanyakan kabar. Itu yang membuatku mengerti keadaan mereka dan tidak terlalu banyak menuntut. Karena aku sangat senang, ditengah-tengah kesibukannya, mereka masih mengingatku, memperhatikanku, dan meneleponku menanyakan sekolahku.”
“Andai papaku seperti itu yah…”, gumamku dengan suara pelan.
“Eh? Memangnya ayahmu kemana, Syen?”, Tanya Jane heran. Aku terkejut. Tak kusangka ia mendengar gumamanku. Aku kira, aku sudah bergumam dengan suara yang cukup pelan. Selama kami berteman, memang kami tidak pernah membahas masalah keluarga kami masing-masing. Kami hanya membahas kejadian sehari-hari dan terutama masalah melukis.
Aku bingung harus menjawab apa. Aku hanya berkata, “Hmm.. Aku tidak tahu Jane. Aku tidak mengenal siapa ayahku sejak aku kecil. Maka dari itu aku tinggal dipanti sampai umur 15. Aku sudah terbiasa dip anti, karena saat itu aku sangat membenci orangtuaku. Karena mereka yang membuatku cacat seperti ini dan membuangku. Namun suatu saat, ibuku datang ke panti. Awalnya, aku marah kepadanya dan tidak ingin ikut tinggal bersamanya. Namun akhirnya, waktu meluluhkanku dengan apa yang ibuku lakukan kepadaku. Sampai akhirnya, aku memutuskan meninggalkan panti dan tinggal bersama ibuku.”, jelasku panjang lebar. “Aduh maaf terlalu panjang yah. Aku jadi curhat deh sama kamu. Hehe.”
“Gak apa-apa kok, Syen. Aku malah senang kalau kamu mau bercerita kepadaku. Kita kan sahabat. Sudah seharusnya kita saling bercerita. Maaf ya Syen, sebetulnya sudah sejak lama aku ingin bertanya kepadamu, tapi aku takut itu akan menyinggung perasaanmu dan kamu akan marah kepadaku.”
“Memang apa yang ingin kamu tanyakan?”
“Iya aku ingin bertanya mengenai tanganmu. Sekali lagi maaf yah Syen.”
“Oh soal itu,” jawabku sambil tersenyum, “Gak apa-apa kok Jane. Seperti katamu, kita ini kan sahabat, sudah seharusnya kita bertukar cerita. Aku sudah cacat sejak lahir. Aku kidal karena tangan kanan ku sudah tidak ada sejak lahir. Begitu juga dengan kaki kananku. Ibuku bercerita, sewaktu dia mengandungku, ayahku ingin membunuhku dengan memberikan obat penggugur kandungan tanpa sepengetahuan ibuku. Tapi aku terlalu kuat dan sampai akhirnya aku lahir. Saat itu, ayah dan ibuku belum menikah. Tapi karena ibu terlalu percaya bahwa ayah akan menikahkannya, maka ia rela memberikan segalanya. Sampai pada akhirnya, ia hamil.”
Jane terlihat sangat terkejut mendengarnya. “Lalu, dimana ayahmu sekarang?”
“Aku pun tidak tahu dimana ia sekarang dan aku tidak peduli dimana keberadaannya.”, jawabku seperlunya. Aku ingin bercerita tentang perasaanku saat melihat foto ayahnya, tapi aku mengurungkan niatku.
Tinnn.. Tinnn..
“Ah nampaknya ibuku sudah datang. Aku pamit dulu yah, Jane. Sampai jumpa besok di sekolah!Terima kasih, Jane.”, pamitku sambil tersenyum. Senyuman terima kasih karena ia mau mendengarkan ceritaku dan mau menjadi sahabatku.
“Tak perlu sungkan, Syen. Kita kan sahabat. Besok belajar lagi kan di sini? Sampai ujian tiba?”
“Iya. Kita akan selalu belajar bersama sampai ujian tiba kok. Aku pulang dulu yah. Sampai jumpa”, pamitku sambil berjalan menuju pagar.
Aku menaiki mobil. Ibu menanyakan bagaimana tadi belajarnya. Ibu terlihat sangat senang bahwa aku sudah memiliki seorang sahabat. Raut muka ibu sudah terlihat biasa saja. Tidak ada raut muka seperti yang dulu aku lihat ketika ibu melihat Jane untuk pertama kalinya. Aku ingin sekali menceritakan kepada ibu tentang perasaanku, tapi lagi-lagi aku mengurungkan niatku, karena aku tidak ingin membuat ibu bingung atau apapun yang akan ibu rasakan nantinya.
***
Sesampainya di rumah, aku segera mandi. Kemudian aku merebahkan tubuhku di atas kasurku yang empuk. Rasanya tubuhku sangat pegal, berjam-jam duduk dan belajar. Tapi tidak apa, untuk mendapatkan hasil yang maksimal maka harus kerja keras. Betul kan?
Aku ingin tidur, tapi mataku tidak dapat terpejam. Tiba-tiba aku teringat suatu benda, yang dulu sering sekali menemaniku di saat aku merasa gundah. Benda yang menjadi tempatku menceritakan semua perasaanku. Diari ku. Dimanakah ia berada? Aku sedikit lupa. Aku mencari-carinya. Sampai akhirnya aku menemukannya.
Buku yang sudah terlihat cukup usang. Namun di dalam buku itu terdapat berbagai hal yang sangat penting. Termasuk bagaimana perasaanku, yang selama ini ku pendam. Buku yang banyak menyimpan rahasia dalam hidupku. Sudah lama aku tidak mencurahkan perasaanku pada buku ini. Dan pada mala mini, aku memutuskan untuk menulis di atas kertas ini lagi.
Diariku sayang,
Sudah lama yah aku tidak mampir ke sini dan mencurahkan perasaanku. Sudah cukup lama aku mengabaikanmu. Tapi sekarang, aku datang lagi. Aku ingin bercerita kepadamu. Mengenai perasaanku saat ini. Aku merasa, senang! Aku senang dengan kehidupanku sekarang. Kehidupan yang tak pernah ku bayangkan. Dimana aku sudah tinggal bersama mama dan mendapatkan sahabat terbaik. Rasanya hidupku sempurna sekali!
Namun tadi, waktu aku sedang belajar di rumah sahabatku. Aku melihat sebuah foto. Foto ayah dari sahabatku itu. Mengapa aku merasa aneh ya saat melihat fotonya? Padahal sewaktu aku melihat foto ibunya, aku merasa biasa-biasa saja. Tapi foto ayahnya terlihat beda. Seperti aku mengenalnya sangatttt dekat. Aku merasa telah benar-benar mengenalnya sekali. Aku bingung. Ada apa dengan perasaanku ini? Tapi masa dia itu ayahku? Nampak sangat tidak mungkin kan, Di?
Sudahlah, aku tidak ingin berpikir yang aneh-aneh. Aku juga tidak ingin memikirkan ayahku deh. Aku masih kesal kepadanya. Dia sudah membuatku seperti ini! Aku benci padanya! Aku benar-benar marah! Rasa kesalku padanya, melebihi rasa kesalku pada ibu dulu.
Hmm.. Di, aku sudah mulai mengantuk. Aku tidur dulu yah. Besok aku harus sekolah dan setelah itu, aku akan belajar lagi di rumah Jane. Semoga besok menjadi hari yang menyenangkan yah.
Setelah aku menulis di dalam diariku, aku menutupnya dan menyimpannya di tempat yang aman. Dimana tidak ada orang yang tahu dan tidak ada yang boleh tahu. Aku merebahkan tubuhku di atas kasur dan membalut diriku dengan selimut yang hangat. Tak lama, aku terlelap.
***
Hari memang begitu cepat berlalu. Setelah dua minggu yang melelahkan karena belajar, aku harus menghadapi ujian selama satu minggu. Dan kini, semua sudah berlalu. Namun masih satu yang tersisa, yaitu perlombaan antar kelas. Kata Jane, memang sudah menjadi sebuah tradisi untuk sekolah ini untuk mengadakan berbagai lomba setelah ujian berakhir.
Banyak lomba yang di adakan. Dan sebagian besar itu berasal dari ekstrakurikuler yang ada. Lomba yang berasal dari ekstrakurikuler yang ada, seperti basket, futsal, voli, bulu tangkis, tenis, renang, lukis, dan paduan suara antar kelas. Lomba selain itu, hanya lari dan tarik tambang. Memang sekolahku ini mempunyai sangat banyak kegiatan. Maklum, sekolah ini cukup besar sehingga dapat menampung kolam renang dan banyak sekali lapangan.
Dan aku? Sudah pasti aku mengikuti lomba melukis bersama Jane. Aku tidak berharap bahwa aku bisa menang. Tapi aku menyertakan diri dalam lomba ini hanya untuk ikut merasakan kesenangan bersama yang lainnya. Lomba-lomba ini di adakan selama 10 hari. Dikarenakan banyaknya kelas dan lomba yang ada. Lomba yang ku ikuti terjadwal pada hari keenam. Hari-hari lainnya, aku tetap masuk dan menonton berbagai lomba. Betul-betul seru. Aku sangat senang melihatnya, mereka tampak begitu bergembira dan bersemangat sekali. Seperti mendapatkan energi dari semangat mereka, aku pun merasa sangat semangat dan antusias dalam acara sekolah ini.
***
Tiba sudah hari dimana aku harus mengikuti lomba. Karena lomba ini di adakan secara terbuka, maka kami tidak menggunakan ruang lukis dan seni rupa untuk lomba ini. Tapi kami diharuskan lomba di hall yang cukup besar, yang biasa di pergunakan untuk pentas-pentas. Aku sudah memikirkan apa yang akan ku lukis. Dan aku memutuskan, untuk melukis mama. Sosok yang kini sangatlah ku kagumi. Setelah ini, semoga lukisanku bisa ku bawa pulang dan akan ku berikan untuk mama. Pasti mama akan sangat senang sekali.
Kami semua diberikan waktu melukis selama 3 jam. Aku mempergunakan waktu sebaik-baiknya. Aku tidak sempat menoleh ke arah yang lain, aku takut tidak memiliki cukup waktu untuk menyelesaikannya.
Tiga jam sudah berlalu, aku dapat menyelesaikannya tepat waktu. Aku sangat senang sekali. Aku menghampiri Jane. Aku bertanya apa yang dia lukis. Ternyata dia melukis sebuah istana yang menjadi impiannya selama ini. Tapi aku tidak sempat melihat lukisannya. Hanya satu yang ku tahu, pasti lukisannya itu sangat indah.
***
Setelah lewat sepuluh hari masa pelombaan. Maka kami mendapat waktu libur selama 2 hari sebelum akhirnya tiba saat pembagian raport dan pengumuman hasil lomba serta pembagian hadiah bagi pemenang.
Dua hari itu aku lewati di rumah dengan menonton televisi dan tak lupa melukis. Lalu hari kedua, tak ku sangka, ibu mengajakku untuk berjalan-jalan. Kami berjalan-jalan ke mall yang cukup megah di kota ini. Ibu membelikanku cukup banyak baju, celana, sepatu, dan akesesoris lain.
“Mama ingin kamu tampak cantik sayang. Nanti waktu kamu liburan, mama akan membawa kamu jalan-jalan yah. Kamu mau kan?”
“Makasih, Ma. Jelas mau donk, Ma. Kan jarang-jarang kita bisa berlibur bersama.”, ujarku dengan senyum sumringah karena sangat senang dengan ajakan ibu.
Esoknya, adalah hari dimana pembagian raport dan pengumuman lomba serta pembagian hadiah. Orangtua di wajibkan untuk datang. Orangtua dijadwalkan untuk datang ketika pengumuman dan pembagian hadiah. Maka murid-murid harus datang terlebih dahulu untuk upacara penutupan semester ini.
Aku datang cukup pagi. Karena aku mau menghabiskan waktu agak lama di sekolah sebelum liburan tiba. Aku rasa, aku akan sangat kangen pada sekolah ini. Saat aku datang, baru beberapa murid saja yang terlihat. Jane pun belum terlihat. Aku berdiri di depan kelasku, melihat keadaan sekitar sekolahku. Lalu aku melihat Jane berjalan dari kejauhan. Aku melambaikan tangan kepadanya. Dia membalas dan berlari kearahku.
“Pagi Syenaa..”
“Pagi Jane..”
“Siapa yang akan mengambil raportmu nanti?”
“Sudah pasti mamaku donk Jane. Hehe. Kan orangtuaku hanya mamaku saja.”, jawabku sambil tersenyum.
“Duh maaf Syen. Aku gak bermaksud…”
“Gak apa-apa kok Jane. Tenang saja.”, potongku. “Lalu kalau kamu?”, tanyaku.
“Papi dan mami akan datang untuk mengambil raportku.”, jawabnya terlihat sangat senang dari raut mukanya. “Ngomong-ngomong, apa yang akan kamu lakukan saat liburan nanti, Syen?”
“Aku masih belum tahu. Tapi ibuku bilang, dia akan mengajakku jalan-jalan. Namun aku masih belum tahu kemana ibu akan membawaku. Kamu bagaimana?”
“Aku akan ikut papi dan mami pergi keluar negeri untuk berbisnis. Selain aku ingin melihat bagaimana bisnis papi, kan bisa sekalian jalan-jalan. Hehe. Apalagi, papi dan mami akan pergi ke Eropa! Sudah pasti aku akan ikut bersama mereka! Hehe..” ucapnya senang.
“Wah nampaknya, liburan ini akan sangat menyenangkan bagimu yah, Jane.”
“Dan semoga bagimu juga, Syen.”, ujarnya sambil merangkulku. “Aku senang sekali bisa berkenalan denganmu.”
“Aku juga kok Jane. Sangat senang bisa bersahabat denganmu.”
Tak terasa, sudah banyak murid yang mulai berdatangan. Aku dan Jane memutuskan untuk turun dulu kebawah, karena nanti pasti ramai sekali yang akan turun saat mendekati waktu upacara.
***
Upacara berlangsung cukup tertib. Kepala sekolah tidak terlalu banyak berbicara. Dia hanya berkata, bahwa dia bangga dengan murid-murid yang ada. Berikut prestasi-prestasi kami. Aku yang menjadi salah satu murid di sini pun merasa bangga di puji seperti itu. Meski mungkin pujian itu bukan untukku.
Tiba waktunya, ketua panitia lomba mengumumkan pengumuman hasil lomba. Sebagian besar lomba dimenangkan oleh anak-anak kelas 3. Lomba basket dan renang, dimenangkan oleh kelas 3-2, kelasku, yang memang sebagian besar tim inti basket sekolah ada di sana. Lomba futsal, dimenangkan oleh kelas 2-5. Lomba voli, dimenangkan oleh kelas 3-5. Lomba lari dan tenis, dimenangkan oleh kelas 3-3. Lomba tarik tambang, dimenangkan oleh kelas 1-5 yang kulihat memang banyak yang berbadan besar. Lomba bulu tangkis, dimenangkan oleh kelas 2-1. Lomba paduan suara, dimenangkan oleh kelas 3-5. Dan terakhir adalah lomba lukis. Aku bingung kenapa lomba lukis disebutkan paling akhir, membuatku deg-degan.
Ketua panitia berkata, pemenangnya berasal dari kelas 3-2, yaitu kelasku. Namun dari kelasku, ada 3 orang yang mengikutinya. Dan sampai ketika itu, dia menyebutkanku sebagai juara pertama, Jane di posisi kedua, dan ketiga berasal dari kelas 1-5. Aku langsung bersorak gembira dan memeluk Jane. Ternyata khusus untuk lomba lukis yang mempunyai 3 juara. Setelah penyerahan piala berakhir, kami diharapkan menuju kelas masing-masing. Aku berjalan menuju kumpulan orangtua. Aku mencari sosok yang ku kenal, yaitu ibuku.
Nah, itu dia ibuku. Ternyata ia sudah berdiri di barisan paling depan.
“Selamat yah sayang. Kamu juara1 lomba lukis.”, kata ibu sambil mengecup keningku.
“Makasih, Ma. Yuk, kita naik ke kelasku. Tapi , Jane mana yah?”, tanyaku sambil mencari-cari Jane di tengah keramaian.
“Nanti juga kamu bertemu dia di atas kok sayang.”
Akhirnya kami sepakat untuk naik ke atas. Ketika aku hendak berjalan dan ibu membalikkan badannya. Ibu berdiam terpaku. Ibu melihat ke suatu arah dan aku mengikuti arah itu. Nah itu dia Jane. Aku menarik ibu dan menghampiri Jane. Ibu masih terbengong-bengong. Aku melihat ayah dan ibu Jane. Tapi ada yang aneh dengan ayah Jane. Dia melihat ibuku seperti melihat hantu.
“Kamu..?”, ucap ibu perlahan.
“Cintia??”, Tanya ayah Jane masih dengan raut muka bingung.
“Ma? Mama kenal dengan ayahnya Jane?”, tanyaku kebingungan. Aku memperhatikan wajah mereka berdua. Dan juga mengalihkan pandanganku ke arah Jane dan ibunya Jane. Mereka pun terlihat bingung dengan reaksi kedua orang ini. Aku kembali melihat mama, ada butiran air mata yang mulai menetes dari matanya.
“Ia sayang, mama kenal. Dia itu….”, jawab ibu perlahan. Tampak ia shock dengan apa yang ia lihat.
***
Siapakah yang dilihat oleh Ibuny Syena? Ayah kandung Syena kah? Jika iya, apakah yang akan terjadi pada keluarga Jane setelah aib ayahnya terungkap? Jika tidak, siapakah pria tersebut? Nantikan kelanjutannya, di part-4.
(Part-2)
Bingung. Aku dilanda kebingungan, aku tak tahu harus berbuat apa. Bunda bilang, aku harus memaafkan ibuku. Biar bagaimanapun, dia tetap ibu kandungku dan seharusnya aku bersyukur bahwa ibu masih mau melahirkanku. Tapi, jika ibuku memang ingin melahirkanku, mengapa ia membuatku seperti ini??
Tuhan, memang Engkau mengajariku untuk mengampuni dan memaafkan orang lain. Tapi, jujur aku tidak sanggup memaafkannya.
Sudah 1 minggu aku mengurung diri dalam kamar. Bunda sangat khawatir dengan keadaanku. Apalagi, ini adalah minggu dimana aku harus melaksanakan ujian akhir untuk kelulusanku.
Pada 3 hari pertama, ibu selalu datang pagi-pagi sekali dan menungguku di halaman depan. Namun hari-hari berikutnya, dia tidak pernah meninggalkanku. Dia selalu berada di halaman depan, menungguku. Aku enggan bertemu dengannya! Bunda merayuku untuk mau bertatap muka dengan ibuku dan sedikit banyak berbicara layaknya ibu dan anak yang sudah lama tidak bertemu.
“Aku gak bisa, Bunda!!”, teriakku. Mungkin ibuku mendengarnya, tapi aku tidak perduli. Karena jika aku melihat mukanya, benih-benih amarah dan kebencian akan semakin tumbuh tinggi. Bunda tampaknya menyerah untuk merayuku.
Tuhan, apakah aku salah dengan bersikap seperti ini? Dia kan yang salah?? Bukan aku. Dia memang pantas kan mendapatkan perilaku seperti ini dariku??
***
Aku tertidur.
Dalam tidurku, aku bertemu dengan seseorang berpakaian serba emas. Di tangan kanannya, terlihat dia menggenggam 7 bintang. “Tuhan?”, tanyaku dalam hati. Seolah-olah dia tahu apa isi hatiku, dia menjawab.
“Iya anak-Ku”, Dia terdiam sesaat kemudian melanjutkan, “Aku tahu, engkau sangat kesal bahkan mungkin benci kepada ibumu. Tapi Aku yakin, kau pun tahu betapa aku sangat kesal dan membenci seseorang yang membenci orang lain. Maafkanlah dia.”
Aku tersentak kaget dan terbangun dari mimpiku. Seakan-akan Tuhan berbicara padaku secara langsung. Tuhan, apakah Kau membenciku?
Aku merasa ada yang menyentuh kakiku. Dan ternyata.. IBUKU!! Dia tertidur menemaniku. Ibu, apakah kau benar-benar menyayangiku? Aku maju perlahan agar tidak membangunkannya, memang sulit dengan tangannya yang memegang kakiku. Aku maju memperhatikan raut mukanya. Terlihat lembut sekali. Ada keinginan dalam hatiku untuk membelai lembut wajah dan rambutnya.
“Mama…”, kataku lembut sembari membelai rambutnya yang kecoklatan.
Aku terkejut melihat matanya yang terbuka perlahan. Aku menjadi salah tingkah. “Syena sayang, kalau tadi mama gak salah dengar, kamu memanggilku dengan sebutan Mama? Apa mama gak salah dengar sayang??”, tanyanya dengan mata berkaca-kaca seolah-olah dia tidak mempercayai apa yang baru saja terjadi.
Aku ingin sekali berkata tidak dan mengusirnya keluar. Tapi, hati ini tidak memampukanku untuk melakukannya. Aku bangkit berdiri dari ranjangku dengan tongkat bambuku tentunya dan menatap ibuku yang masih terpaku. Aku bimbang. Aku merasa sangat damai tadi, tapi aku juga masih kesal dengannya. Ibu pun ikut berdiri perlahan. Aku langsung memeluknya. Aku menangis di pelukan ibuku.
“Maafkan Syena, Ma..”
“Syena sayang, harusnya Mama yang minta maaf sama kamu. Mama sudah meninggalkanmu.”
“Ma, apakah mama mau menceritakan padaku apa yang sebenarnya terjadi dulu? Dan dimanakah papa, Ma?” tanyaku penasaran. Aku menyiapkan hatiku untuk mendengarkan mama berbicara. Tapi mama tampak ragu untuk menceritakannya padaku. Mungkin ia takut aku akan kembali marah padanya. “Mama gak usah khawatir, Syena siap mendengarkan semuanya, Ma..”, kataku meyakinkannya dan meyakinkan diriku sendiri bahwa aku siap.
“Baiklah Syena. Mama akan menceritakan semuanya dan sejujurnya kepadamu. Mama harap, kamu bisa mengerti posisi mama.”, katanya sambil menggenggam tanganku erat.
“Papa dan mama belum menikah saat itu. Mama terlalu mempercayai papamu sehingga mama rela menyerahkan semuanya ke papamu. Sampai suatu waktu, mama mendapati diri mama tengah hamil. Ada kamu di dalam perut mama. Saat itu, mama sangat senang. Karena papa mu pun berjanji akan menikahi mama jika mama hamil. Tapi, ketika papa mu tahu mama hamil. Dia marah besar. Dia menyuruh mama untuk membuangmu, tapi mama tidak mau, sayang. Kamu anak mama. Mama yang juga takut pada kakek dan nenekmu pun memohon pada papamu, untuk menikahi mama secepat mungkin. Tapi papa mu berkata bahwa dia sudah berubah pikiran. Setelah mama memohon, akhirnya papamu memutuskan akan bilang ke kakek dan nenekmu bahwa papa akan menikah mama setelah kamu lahir. Tapi seiring berjalannya waktu, ternyata papa mu selalu memasukkan obat ke dalam minuman mama, obat untuk menggugurkan kandungan mama. Mama baru tahu ketika perut mama terasa sangat sakit dan mama konsultasi ke dokter. Tapi untungnya, kamu tetap bertahan, walau hati mama pun perih waktu tahu bahwa kamu akan lahir cacat. Mama sangat kecewa terhadap papamu.”, jelas mama sambil terisak mengenang itu semua.
Aku mencerna setiap kata yang mama ucapkan. “Lalu mengapa mama meninggalkanku di sini?”
“Mama bukan meninggalkanmu sayang. Mama pun kecewa terhadap kakekmu. Dia yang saat itu merupakan pengusaha besar, merasa sangat malu jika semua orang tahu bahwa cucunya itu cacat. Dia takut citra nya dalam dunia bisnis terganggu dan hancur. Tapi, Tuhan itu memang adil anakku. Kakek dan nenekmu mengirimkan mama keluar negeri, di sana mama bekerja sendiri untuk mengumpulkan uang dan tanpa sepengetahuan mama, usaha kakekmu itu benar-benar hancur tak lama setelah mama pergi. Kakek yang saat itu shock, terkena serangan jantung. Sesaat sebelum ia meninggal, dia berpesan pada nenekmu bahwa ia menyesal telah memisahkan mama dengan kamu dan dia berpikir, ini karma yang harus ia tanggung karena perbuatannya. Nenekmu menelepon mama menceritakan semuanya dan meminta mama pulang. Tapi mama menolak, karena mama ingin mencari uang yang banyak dan mama ingin mencarimu sampai dapat. Hingga akhirnya, mama bisa menemukanmu kembali. Mama senang waktu melihatmu, jujur saat itu mama ingin sekali memelukmu. Tapi mama melihat sinar kebencian di matamu. Mama benar-benar meminta maaf sayang. Mama gak bisa mempertahankanmu saat itu.”
“Syena sudah maafin mama kok” jawabku sambil tersenyum lembut kepadanya. “Tapi Syena tidak bisa memaafkan papa.”
“Syena, jangan membenci papamu sayang. Saat itu, papamu belum siap untuk berkeluarga. Mama mohon, jangan membenci papamu ya sayang?” rayu mama.
“Maafkan Syena, Ma. Syena tidak bisa.”, kataku sambil membuang muka ku kearah lain. Mama tampak mengerti karena dia berkata bahwa mungkin aku sedang emosi karena mengetahui yang sebenarnya terjadi. Dan mama berharap, seiring berjalannya waktu, aku akan memaafkan papa.
***
Siang harinya, aku memutuskan akan ikut tinggal bersama mama. Dan belakangan pun aku mengetahui, bahwa ternyata nenek pun sudah tidak ada. Nenek meninggal tak lama setelah kakek meninggal. Kata mama, mungkin nenek meninggal karena nenek stress hidup sebatang kara. Maklum saja, mama, anak tunggalnya, memilih untuk menetap di luar negeri.
Mama sekarang mempunyai perusahaan sendiri. Di tengah kesibukannya, ia masih sempat memperhatikanku. Ia mengurusi semua keperluanku. Mama memasukkanku di salah satu sekolah terkenal. Awalnya mama ingin memasukkanku di sekolah khusus, tapi aku menolak karena aku ingin sekali merasakan kehidupan normal. Dan mama pun menemaniku untuk memasang kaki palsu agar aku tidak kesulitan nantinya.
Akhirnya mama memasukkanku di salah satu sekolah terkenal. Sekaligus mama mendaftarkanku kursus seni lukis, sesuai seperti minatku.
***
Hari pertama sekolah, aku begitu tegang. Aku seharusnya sudah memasuki SMA 1. Tetapi waktu ujian akhir sedang berlangsung, aku tidak masuk sekolah. Ingat kan kejadian saat aku mengurung diri di kamar? Akhirnya aku kembali mengulang SMP 3.
Aku melangkahkan kakiku memasuki pelataran gedung sekolah. Mama menemani di sampingku, dia merangkul bahuku. Sekolahku ini sangatlah besar. Bangunan ini memiliki 3 tingkat. Aku masih belum tahu apa-apa tentang sekolah ini, sampai mereka membutuhkan gedung sebesar ini.
Aku memasuki ruang kepala sekolah. Bapak kepala sekolah terlihat menyambutku dengan sangat ramah. Lalu beliau mengantarkanku keliling untuk melihat gedung sekolah agar nanti aku tidak nyasar katanya.
Ternyata gedung lantai satu itu untuk murid-murid SMP 1. Maklum, jumlah murid sangat banyak, maka untuk SMP 1 saja mereka mempunyai 5 ruang kelas, mulai dari SMP 1-1 sampai SMP 1-5. Aku berdecak kagum dalam hati, sangatlah berbeda dengan sekolahku yang dulu. Selain 5 ruang kelas itu, terdapat pula ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang UKS, perpustakaan yang cukup besar, dan toilet. Dan di belakang gedung, terdapat lapangan yang cukup luas, dari lapangan basket, voli, bulu tangkis, sampai lapangan bola.
Kami berjalan menaiki anak tangga menuju lantai dua gedung ini. Di lantai dua terdapat ruang kelas untuk anak kelas 2 dan 3. Masing-masing pun mempunyai 5 kelas. Di lantai dua ini ternyata hanya di penuhi dengan ruangan kelas serta toilet tentunya.
Dan lantai terakhir yaitu lantai 3. Di sana terdapat ruang olahraga, ruang komputer, ruang seni tari, ruang tataboga, ruang belajar, laboratorium IPA, dan toilet juga tentunya. Masing-masing ruangannya cukup besar. Aku merasa lelah, mungkin karena aku menggunakan kaki palsu yang cukup berat dan aku harus menaiki tangga sampai dengan lantai 3.
“Syena. Betul kan namamu Syena?”, tanya Bapak Kepala Sekolahku memastikan. Aku mengangguk.
“Kamu tenang saja yah. Kami akan menyediakan lift disekolah ini. Lift rencananya siap untuk digunakan mulai senin depan. Semua itu karena orang tua murid yang merasa diperlukannya lift untuk murid-murid. Mungkin karena bangunannya terlalu besar kali ya”, katanya sambil tersenyum ramah.
Aku merasa lega mengetahui akan adanya lift. Itu artinya, memudahkanku untuk naik dan turun. Apalagi letak ruang kelasku yang berada di lantai 2. Dan kantin sekolahku terletak di lantai 1. Akan sangat melelahkan dan membuang waktu jika aku harus menggunakan tangga.
Kemudian, aku di antarkan ke ruang kelasku. Mama berpamitan sebelumnya, dan berjanji akan menjemputku. Mama mencium keningku dan beranjak pergi. Aku merasa takut dan tegang. Pertama kali masuk sekolah yang cukup besar dan sendirian. Kalau dulu, aku selalu berangkat sekolah bersama anak-anak panti. Aku merasa asing di sini. Aku takut kalau teman-teman sekelasku tak dapat menerimaku dengan baik. Apalagi kelihatannya mereka itu adalah anak-anak orang kaya yang sombong. Semoga saja pikiranku ini salah, harapku dalam hati.
“Selamat pagi anak-anak. Hari ini bapak akan memperkenalkan kepadamu siswi baru di sekolah kita”, kata Bapak kepala sekolah memberikan kata sambutan di ruang kelas 3-2.
Aku melangkah masuk ragu-ragu. Aku menundukkan kepala, tak berani menatap mereka.
“Ayo, perkenalkan dirimu ke teman-temanmu.”
Aku mengangkat kepalaku perlahan dan mengedarkan pandanganku keseluruh kelas. Mereka semua sedang menatapku, seperti aku adalah makhluk teraneh yang pernah mereka lihat.
“Halo semua. Namaku Syena. Salam kenal semuanya”, kataku mencoba untuk menepis semua pikiran buruk mengenai mereka.
Mereka semua hanya terdiam. Sampai akhirnya kepala sekolah yang memecahkan keheningan. Dia menyuruhku duduk di tempat yang kosong. Aku berjalan menuju kursiku, aku merasa mereka semua masih memperhatikanku dengan tatapan aneh. Aku duduk. Di sebelahku ada anak lelaki dengan kacamata cukup tebal untuk anak seusianya. Seperti anak yang terlalu pintar dan sering membaca alias kutu buku.
“Bapak harap, kalian dapat menerima Syena dengan baik di sini”, kata Bapak kepala sekolah menutup pembicaraannya dan berjalan keluar.
“Baik anak-anak kita lanjutkan pelajaran kita. Syena, kita sedang belajar pelajaran geografi. Kamu sudah punya bukunya kan?”, tanyanya. Aku hanya menganggukkan kepalaku.
Pelajaran yang cukup membosankan. Memang sedari dulu aku kurang menyukai pelajaran geografi, meski nilaiku untuk pelajaran ini cukup bagus di sekolahku yang dulu.
*Kriiiinnnggg*
Terdengar lonceng berbunyi. Ini lonceng pergantian pelajaran atau istirahat ya, pikirku. Namun beberapa teman sekelasku berhamburan keluar. Oh, istirahat sepertinya. Aku tidak begitu lapar, jadi aku putuskan untuk tetap duduk di kursiku dan menggambar. Teman sebangku ku sudah keluar.
Tiba-tiba…
“Halo Syena. Kenalkan, aku Jane.”, kata seorang gadis yang menghampiriku. Aku memperhatikannya, dia cukup cantik. Dengan rambut panjang sepinggang dan agak bergelombang, dipadukan dengan muka tubuh mungil dan kulit kuningnya, tampak sempurna sekali !
“Halo juga Jane.”, balasku sambil tersenyum hangat. Kami mengobrol bersama sampai waktu istirahatku terasa cepat sekali. Aku merasa senang, karena di hari pertamaku sekolah, aku mendapatkan seorang teman yang baik sekali. Dan satu lagi, ternyata kami mempunyai minat yang sama, yaitu MELUKIS !!
***
Sepulang sekolah, mama sudah menungguku di depan gerbang. Aku tersenyum dan menghampirinya dengan semangat.
“Aduh anak mama terlihat cerah banget kayak matahari. Ada apa sayang? Ketemu cowok cakep?”, canda mama sambil tersenyum jahil.
“Ih mama. Apaan sih. Nggak kok. Aku senang karena sudah dapat teman, Ma. Dia sangat cantik, baik, dan juga suka melukis sepertiku !! Namanya Jane.”, ceritaku semangat sekali. “Nah itu dia ma orangnya!!”, kataku sambil menunjuk ke arah Jane yang sedang menghampiri seorang laki-laki tak jauh dari tempatku berdiri.
Mama mengikuti arah jariku menunjuk. Sampai Jane sudah pergi, ternyata mama masih saja bengong melihat ke arah tadi. Apa jangan-jangan mama terpesona dengan Jane?
“Ih, mama kok sampai bengong begitu ngelihat Jane? Kayak ngelihat hantu aja!”, candaku, “Ayo, Ma! Kita pulang”, ajakku.
Sepanjang perjalanan, mama hanya terdiam. Mukanya terlihat tegang dan serius. Tidak seperti biasanya. Ada apa dengan mama ya?, pikirku bingung. Akhirnya kuputuskan untuk bertanya ke mama.
“Ada apa sih, Ma? Setelah melihat Jane tadi kok mama jadi aneh gini??”
“Eh?Oh.. Hmm.. Ah.. Gak ada apa-apa kok sayang”, jawab mama gugup.
“Masa sih gak ada apa-apa, Ma? Mama yakin? Mama jangan bohon sama Syena. Mama terlihat aneh begitu kok di bilang gak ada apa-apa. Mama sudah janji lho sama Syena, kalau tidak ada lagi yang akan di sembunyikan dari Syena.”
“Benar kok Syena. Tidak ada apa-apa. Mama hanya.. Hmm.. Mama lapar! Kita pergi makan dulu yuk!”, kata mama sambil tersenyum lebar.
Aku masih merasa aneh dengan mama. Laper kok iya sampai seperti itu anehnya. Seperti habis melihat hantu saja. Aku hanya mengiyakan ajakan mama untuk makan karena aku sendiri pun sebenarnya lapar. Tadi sewaktu istirahat kan aku hanya mengobrol dengan Jane dan tidak makan sama sekali.
***
“Iya, Fan! Aku yakin itu dia! Aku yakin kalau aku tidak salah lihat! Meski sudah lama aku tidak melihatnya, tapi aku masih mengenali wajahnya!”, kata mama dari dalam kamarnya.
Aku yang sedang melewati kamar mama, cukup terkejut. Karena suara mama cukup besar kali ini. Terpaksa aku yang penasaran, menguping pembicaraan mama dari luar.
“Nggak, Fan! Aku benar-benar yakin kalau itu dia! Itu sudah pasti dia, ayah dari anakku yang meninggalkanku 15tahun yang lalu!”
Aku menutup mulutku dengan tanganku. Aku terkejut mendengarnya. Mama tadi melihat papaku? Dimana? Atau laki-laki yang menjemput Jane itu adalah papaku? Apa hubungan antara Jane dengan papaku?
Beribu pertanyaan berkecamuk dalam pikiranku. Aku berdiri terpaku di depan kamar mama untuk beberapa saat. Sampai pada akhirnya, aku teringat bahwa jangan sampai mama tahu bahwa aku mendengar percakapan antara mama dan temannya itu. Aku berjalan kembali ke kamarku dengan beribu pertanyaan di benakku.
***
Bagaimanakah kelanjutan Syena dengan kehidupan barunya ini? Siapkah Syena jika ia harus bertemu dengan ayahnya? Dan apakah hubungan antara teman barunya, Jane, dengan laki-laki yang diperkirakan adalah ayah Syena itu?
***
Finally, I finished 2nd part of d story ^^ Cerita pertama jauh lebih seru atau sama saja? Hehe.. piNk mohon, kalian bersabar yah untuk part selanjutnya. Dengan mulai banyak tugas kuliah, semoga saja cerita ini gak terhambat ., hehe :)
Tolong komen2nya yang uda baca donk :P Skalian kasih smangat untuk nulis part berikutnya :P
Makasih juga yang sudah baca cerita ku :) I really really appreciate it so much!! :) stay tune here, ok? :P
Inget, jangan protes yak :P hehe
33 comments:
nach gitu donk ibunya dima'afin...
indahkan klo kita semua saling mema'afkan,hidup terasa lebih plong,tidak ada rasa benci & dendam.
tak tunggu lanjutaannya ya piNK..
hoh... konflik kluarga ya..??
yah, bgitulah kehidupan, byk liku2. haha...
anw, nice writing. keep it up! :D
So sweet....
Tp masa si syena gampang maafin?
Gw aj susah maafin bokap gw
wkwkwkwkwk
krenn.
ditunggu part 3 nya ya :]]
Critanya mqn asik dech..
Hohohoho..
Ibunya dimaapin jg akhirnya..
Qrain bkalan konflik trus..
OK.. Dtggu lnjutannya, yaaaa.. :D
CHEERS!
waduhhhhh, seprtinya bakal jadi cerita panjang, syurkurlah syena bisa memafkan smeoga ia juga bisa memaafkan ayahnya :)
wah, makin menarik nih ceritanya! pertama" kukira cuma jadi cerpen yang mentok ampe maafin ibunya aja dan mereka hidup bahagia, hehe.
keep up the good work! =D
holaaa[!],
cerita nyaa panjang amat.
tp seru euy.
keep ur good work!
:)
wah keren...
part 3 ny jgn lama2 y....
ceritanya seru!!
mudah"an syeha bisa ketemu ayahnya..
lanjutkan ceritanya y!!
wuihh bakal nyaingin sinetron juga kayanya nih..
lol
Sip, ternyata ada bakat terpendam selain ihwal design, ck ck ck ... keep writing beib! :) really awesome!
pfuih,lebih keren yang ini!Kirain mentok ampe part 2 ini.Gataunya ada lagi.
Lanjutannya cepetan keluar yah!Seru banget nih.... =)
baguss!! :) ^^b lanjutannya doonkk!
waw....nice story...
anyway...hebat bgt bisa nyempetin bwt nulis
you go girl...
Wew.. Syena ktemu papa nya ?? yah to be continue ternyata .. :D
Semangat Syena ^^
brati Jane itu saudaranya Syena dunk??
ga sabar nih baca lanjutannya ^^
Ceritanya bagus..
Kalo beneran jane anaknya papanya syena gmn y??pdhl jane kan tman prtamanya syena di sekolah barunya..
Blogmu juga bagus
Cari yang part1 ah..
Oh iya..salam kenal..
Kalau bersedia mau tukeran link gak??
Bales di blogku y...thanks..
seruuuuuuuuu deh bagus hihi lanjutannya ditunggu nih c:
wuih pinter nulis critaaa :)
baguss :)
hidup ne emang masalah,,so,,ga ad alasan bwt mempersulit hidup,,yg harus n wajib qt lakuin adlh berusaha dengan penuh semangat dalam menjalani hidup ini,,chayoo,,nice post
titip komen aja yah....
Komen part 3 disini jga y...
Kayaknya mang disini..hehe
pasti tu ayahnya..
tapi ntar gmna ya dgn prshbtnnya dgn jane??
Akankah kebenciannya pada ayahnya akan menyebabkan dia benci dengan jane??
ditunngu part 4nya..
part 4 nya di tunggu ...
hua keren ...
piiink..
aqo suka banget ceritaaanya...
hoho..
aku baru sampe yang part 2, yang part 3 ntar dlo yaa..
keknya eman banget cerita bagus kalo cepet2 diabisin..hehe..
nice!!!
Gut-gut, (cozy) part ke-4 nya harus lebih seru, ya...
ah... akhirnya kebaca juga nih part3 nya... hehe..
jadi makiin penasaran ma part4, ntar klo udah posting kabar2i ya...
oiya pink, dukung aku ya di kontes blog, ntuh ada di postinganku.. hehe
thx.
aduhh.
part 4 nya mna?
jgn lama2 yahhhh.
tidaaaaaaaaaakkkk
kenapa harus bersambuuunnggg????
kenaapaa???
(woot) masih bersambung??? jangan lama2 ya hehehe, tapi semangat lah, wahhhs epertinya sudah bisa dibuatin novel ni :)
pasti itu ayahnya.Waduh,Jane sodara seayah dong?Gimana tuh?Wah,tambah seru nih!Part 4 ditunggu..=)
aduh !
seru seru seru !
gmana tuh bokap na ?
XD
Post a Comment